By: Akhi Ibnu
Ketika aku bertambah tinggi dan kesenanganku bermain tiada henti, serta keberanianku bermimpi tak bertepi aku ingin mengubah dunia. Aku ingin menjadi siapapun yang mampu berbuat apa saja dan dengan itu dapat mengubah dunia. Banyak sekali yang kuinginkan, banyak sekali yang kuimpikan. Seperti dalam lagu Doraemon kesayanganku.
"Aku ingin begini
Aku ingin begitu
Ingin ini ingin itu
Banyak sekali..."
Ingin rasanya aku menjadi seorang ilmuwan ternama bak Albert Einstein, atau Alfa Edison, atau Isaac Newton, atau Archimedes, atau..., ah, yang jelas aku ingin jadi seperti mereka. Ingin rasanya aku menjadi sosok 'Ultraman' yang mampu membasmi kejahatan dan menyelamatkan dunia. Ingin rasanya aku memiliki 'Kantong Ajaib' seperti di film Doraemon. Ingin rasanya aku jadi seorang guru yang tak henti memberi ilmu. Ingin rasanya aku menjadi seorang Ustadz. Ingin rasanya aku menjadi seorang Presiden yang memakmurkan rakyatnya serta mampu mengubah bangsa.
Ingin rasanya kuciptakan satu saja barisan alfabet yang sebelumnya belum pernah diucapkan manusia. Ingin rasanya kubuat warna baru yang tak pernah dilihat orang sebelumnya. Ingin rasanya kuciptakan sebuah rumus yang mampu merumuskan segala rumus. Tak perlu rumus lain, karena rumusku dapat menentukan nilai apapun baik fisika, matematika, maupun kimia. Hingga tak perlu lagi rumus logaritma, impuls & momentum, bahkan stoikiometri larutan. Tak perlu lagi rumus lain. Karena di dunia ini hanya ada rumusku. Rumus dari segala rumus. Hingga orang takjub dalam kepraktisan rumus itu. Hingga kumampu mengubah dunia.
Tapi aku bukanlah pendekar yang sanggup bermain pedang. Aku bukanlah seorang Doraemon yang bisa mengeluarkan segala keinginan yang dimau lewat 'Kantong Ajaib'. Aku bukanlah Sukarno dan Napoleon Bonaparte yang tampaknya sukses mengubah bangsanya. Aku tetaplah Dimas, Dimas Yahya. Seorang bocah kecil ingusan berumur 5 tahun yang tak tahu apa-apa. Yang belum bisa mengikat tali sepatu. Yang belum bisa memakai sarung sendiri. Yang belum bisa melayangkan layangan. Yang belum bisa memakai seragam. Aku pun tak tahu dimana itu yogyakarta. Dan banyak orang yang bilang kencingku pun belum lurus.
Masih banyak yang belum kuketahui dan begitu banyak yang harus kuketahui. Ah, kurasa dunia lebih rumit dari tali sepatu dan yogyakarta. Hingga akhirnya kuputuskan untuk tetap disini. Sebuah tempat yang paling indah buatku. Ini adalah tempat rahasiaku berimajinasi membuat duniaku sendiri seperti halnya Copernicus. Dimana trdapat rumput yang sedang merekahkn kuncup kapasnya. Ketika diterpa angin indah yang kutangkap, membuatku berlari seperti elang di hamparan rumput kapas yang hampir sama tinggi denganku. Keindahan bak kapas putih yang mnggelantung di atas tingginya rumput bertambah indah dengan adanya ribuan bunga-bunga kuning kecil yang tumbuh di atas rumput jepang di batas kekapasan. Di ujung tempat ini mengalirlah air sungai kecil yang jernih airnya. Keindahan dunia surgaku sangat meneduhkan.
Tapi skarang saatnya aku pulang. Rupa bumi senja hampir temaram. Sang matahari mulai berlabuh ke pantai ufuk senja. Kulangkahkan kaki menuju rumah. Kubayangkan esok adalah hari yang paling indah. Betapa tidak, esok adalah hari pertamaku masuk sekolah. Ya, sekolah. Sebuah gerbang menuju cita-cita. Sebuah tempat untuk menuntut ilmu. Sebuah lorong tuk raih mimpi. Sebuah jalan untuk mengubah dunia. Aku yakin aku bisa mengubah dunia, akan kubuktikan pada dunia bahwa kencingku segera lurus dan mampu ciptakan 'Kantong Ajaib'.
* * *
Terinspirasi dari sebuah tulisan di buku berjudul "Akhwat Modis".
Lanjutin Bacanya Geh...!
Ketika aku bertambah tinggi dan kesenanganku bermain tiada henti, serta keberanianku bermimpi tak bertepi aku ingin mengubah dunia. Aku ingin menjadi siapapun yang mampu berbuat apa saja dan dengan itu dapat mengubah dunia. Banyak sekali yang kuinginkan, banyak sekali yang kuimpikan. Seperti dalam lagu Doraemon kesayanganku.
"Aku ingin begini
Aku ingin begitu
Ingin ini ingin itu
Banyak sekali..."
Ingin rasanya aku menjadi seorang ilmuwan ternama bak Albert Einstein, atau Alfa Edison, atau Isaac Newton, atau Archimedes, atau..., ah, yang jelas aku ingin jadi seperti mereka. Ingin rasanya aku menjadi sosok 'Ultraman' yang mampu membasmi kejahatan dan menyelamatkan dunia. Ingin rasanya aku memiliki 'Kantong Ajaib' seperti di film Doraemon. Ingin rasanya aku jadi seorang guru yang tak henti memberi ilmu. Ingin rasanya aku menjadi seorang Ustadz. Ingin rasanya aku menjadi seorang Presiden yang memakmurkan rakyatnya serta mampu mengubah bangsa.
Ingin rasanya kuciptakan satu saja barisan alfabet yang sebelumnya belum pernah diucapkan manusia. Ingin rasanya kubuat warna baru yang tak pernah dilihat orang sebelumnya. Ingin rasanya kuciptakan sebuah rumus yang mampu merumuskan segala rumus. Tak perlu rumus lain, karena rumusku dapat menentukan nilai apapun baik fisika, matematika, maupun kimia. Hingga tak perlu lagi rumus logaritma, impuls & momentum, bahkan stoikiometri larutan. Tak perlu lagi rumus lain. Karena di dunia ini hanya ada rumusku. Rumus dari segala rumus. Hingga orang takjub dalam kepraktisan rumus itu. Hingga kumampu mengubah dunia.
Tapi aku bukanlah pendekar yang sanggup bermain pedang. Aku bukanlah seorang Doraemon yang bisa mengeluarkan segala keinginan yang dimau lewat 'Kantong Ajaib'. Aku bukanlah Sukarno dan Napoleon Bonaparte yang tampaknya sukses mengubah bangsanya. Aku tetaplah Dimas, Dimas Yahya. Seorang bocah kecil ingusan berumur 5 tahun yang tak tahu apa-apa. Yang belum bisa mengikat tali sepatu. Yang belum bisa memakai sarung sendiri. Yang belum bisa melayangkan layangan. Yang belum bisa memakai seragam. Aku pun tak tahu dimana itu yogyakarta. Dan banyak orang yang bilang kencingku pun belum lurus.
Masih banyak yang belum kuketahui dan begitu banyak yang harus kuketahui. Ah, kurasa dunia lebih rumit dari tali sepatu dan yogyakarta. Hingga akhirnya kuputuskan untuk tetap disini. Sebuah tempat yang paling indah buatku. Ini adalah tempat rahasiaku berimajinasi membuat duniaku sendiri seperti halnya Copernicus. Dimana trdapat rumput yang sedang merekahkn kuncup kapasnya. Ketika diterpa angin indah yang kutangkap, membuatku berlari seperti elang di hamparan rumput kapas yang hampir sama tinggi denganku. Keindahan bak kapas putih yang mnggelantung di atas tingginya rumput bertambah indah dengan adanya ribuan bunga-bunga kuning kecil yang tumbuh di atas rumput jepang di batas kekapasan. Di ujung tempat ini mengalirlah air sungai kecil yang jernih airnya. Keindahan dunia surgaku sangat meneduhkan.
Tapi skarang saatnya aku pulang. Rupa bumi senja hampir temaram. Sang matahari mulai berlabuh ke pantai ufuk senja. Kulangkahkan kaki menuju rumah. Kubayangkan esok adalah hari yang paling indah. Betapa tidak, esok adalah hari pertamaku masuk sekolah. Ya, sekolah. Sebuah gerbang menuju cita-cita. Sebuah tempat untuk menuntut ilmu. Sebuah lorong tuk raih mimpi. Sebuah jalan untuk mengubah dunia. Aku yakin aku bisa mengubah dunia, akan kubuktikan pada dunia bahwa kencingku segera lurus dan mampu ciptakan 'Kantong Ajaib'.
* * *
Terinspirasi dari sebuah tulisan di buku berjudul "Akhwat Modis".