Dalam Ingatan PROTON

Sebuah Refleksi Perenungan Rohis
Oleh: Ibnu Anwardani




Bagian I


^^^^^^^^


Temen2 semua, tolong dibaca, ya! Mudah-mudahan dengan mbaca cerpen ini kita semua makin tambah semangatnya, makin tambah ghirahnya, makin nambah kecintaannya pada Rohis dan nggak bosen-bosennya berjuang dalam kafilah ini. Tiga... Dua... Satu... Eng ing eng... Ayo Baca!!!!

^^^^^^^^



Photobucket


“Asslmkum! Afwan, kra2 jdi ga mabitnya? Trus sapa aja yg mau ikt bntuin? Bls... syukran”


Demikianlah sebuah SMS yang baru kubaca. Pengirimnya tak lain adalah seorang kakak alumni Rohis (FARIS), namanya Aan. Mengingat esok adalah hari yang sangat penting, beberapa anggota Rohis Ikhwan berniat mabit untuk menyiapkan sebuah kegiatan yang kata kak Aan namanya adalah PROTON, atau Pengenalan Rohis dan Out Bond. Aku saat ini baru saja naik kelas XI. Setelah membaca SMS tersebut langsung kubalas,

“Waalaikumsalam! Insya Allah jdi kak. Yg ikt ada 3 org kak, aku, Dede, ama kak Feri. Wlau dkit tpi ga papa, insy Allah acrany bsk lancar.”

“Klian skrng lg dmana? Ni skrng kk lg di jalan. Bntr lgi nympe.” Balas kak Aan.

“Aq, dede, kak Feri, skrng udh di msola. Dtunggu lho kak!” balasku.

Sembari menunggu kak Aan yang masih berada di perjalanan aku dan teman-teman menunaikan sholat Ashar terlebih dahulu. Ya, kami memang baru pulang sekolah. Hari ini hari sabtu. Dan baru seminggu sekolah di kelas XI. Hari ini tidak Rohis, karena waktunya digunakan untuk menyiapkan segala sesuatunya baik ikhwan maupun akhwat. Seperti yang ditugaskan oleh mbak Istika lewat SMS tentang apa saja yang mesti dibeli.

Kami tak pulang ke rumah terlebih dahulu, tapi langsung menyiapkan apa-apa untuk acara esok. Mengingat rumahku dan rumah kak Feri cukup jauh yaitu di Baradatu, kami sengaja sudah menyiapkan untuk menginap di mushola kecil Rohis. Seperti baju ganti, gunting, lem, isolasi, dan tak lupa minta izin kepada orang tua.

Sholat Ashar telah usai. Kami bertiga tiduran di dalam mushola sambil menunggu kak Aan yang masih di jalan. Tak lama kemudian kak Aan yang ditunggu tiba. Subhanallah..., beginilah jika bertemu kak Aan. Melihatnya saja sudah menimbulkan kekaguman. Dari riak wajahnya meneduhkan dan selalu bersahaja.

“Assalamu’alaikum!” ucap kak Aan.
“Waalaikumsalam” jawab kami semua.
“Wah baru nyampe ni kan?!” kata Dede sedikit basa-basi.
“Iya, gimana, dah siap semua?”
“Insya Allah, Kak.” Ujar kak Feri.
“Ngomong-ngomong kok Cuma tiga orang? Yang laen kemana?”
“Yang lain katanya ada yang nggak bisa dan sibuk, kak. Jadi kita betiga aja yang bisa.” Ucapku.
“Ya sudah nggak, papa. Oya, kakak sholat dulu ya. Belum sholat Ashar ni. Kalian udah?”
“Udah kok kak.”

Kak Aan langsung sholat usai berwudhu. Begitu ia selesai sholat kami semua langsung beraksi. Hal yang pertama dilakukan adalah membuat rintangan jaring laba-laba di sebelah lapangan voli. Dede meminjam golok di tempat Lek Yanto, penjaga sekolah. Setelah itu kami mengambil batang pohon sebagai penonggak jaring laba-laba. Dede memanjat pohon kemudian menebang salah satu dahannya sebagai tonggak. Setelah itu kami berikan golok dan dahan tadi kepada kak Aan, karena hanya dia lah yang tahu bagaimana membuat jaring laba-labanya, kami bertiga belum pernah mengikuti kegiatan Out Bond sebelumnya, hehe...

Kak Aan dengan kuatnya membuat runcing ujung dahan untuk ditancapkan ke tanah sebagai tonggak jaring laba-laba. Kak Aan menyuruh kami untuk membuat patok kurang lebih sebanyak 20 biji dari kayu untuk membuat rayapan ABRI. Dede kembali meminjam golok satu lagi kepada Lek Yanto. Setelah diambil goloknya, aku, Dede, dan kak Feri, membuat patok sebanyak 20 biji. Sedang kak Aan menyelesaikan rintangan laba-laba. Tiba-tiba kak Aan bertanya,

“Kalian udah pada makan belum?”
“Belum kak!” ujar dede.
“Eh... udah. Masak nggak inget pulang sekolah tadi kan kita ke warung Bi Ratna di depan sekolah!” kata kak Feri.
“O.. iya ya! Lupa.” Kata dede dengan mulutnya O.
“Kakak malah belum makan sama sekali dari tadi pagi. Sebelum berangkat kuliah kakak tadi pagi cuman minum segelas teh doang. Makanya ni laper benget. Tapi nggak papa lah! Disini ada warung makan, kan?”
“Ada, Kak. Di tempat Bi Ratna kayaknya nyampe malem.”
“Ya udah, maghrib nanti kita beli disana.” Ujar kak Aan.

Masya Allah, pikirku. Dari tadi pagi kak Aan hanya minum teh saja. Kalau aku mana kuat hanya dengan minum teh, lantas kuliah, lalu sepulang kuliah di Unila dengan motor langsung menuju SMA. Bukankah itu melelahkan?

“Ibnu, talinya udah dibeli kan?” kak Aan mengagetkanku.
“Udah, kak!”
“Coba diambil. Kita tinggal masang jaringnya nih!”
“Ya, kak!”

Sebentar kuambil tali di dalam mushola, dan langsung kuberikan pada kak Aan. Mentari mulai menggelincir. Pertanda semakin sore. Akhirnya rintangan 1 jaring laba-laba selesai dikerjakan. Namun ada satu masalah, hari sudah semakin sore namun kami semua belum ada yang mandi. Pukul 05.00 sore. Akhirnya kami memutuskan tak mandi sore ini, karena air yang kemarau tak cukup untuk buat mandi. Air di sumur sebelah musola ini kami siapkan dan hanya cukup untuk membuat bom air esok.

“Oiya, Martono kan ngekost dekat sini. Gimana kalo kita ajak dia juga bantu-bantuin buat acara besok, kan dia anggota Rohis juga!” ajak kak Feri.
“Nah ide bagus tu. Knapa nggak dari tadi kak?” kataku.
“Iya baru inget. Kamu ada nomor kak martono kan, Nu? SMS dia aja”
“Iya kak ada.”

Aku langsung ngesem-es kak Martono yang kost-annya dekat dari SMA. Aku menyuruhnya langsung ke masjid dekat PGRI saat adzan agar langsung bertemu.

* * *

Mentari semakin berada di tepi pantai ufuk senja. Mata angin timur sudah terlihat gelap. Barat masih samar menggelincir terbenam. Kami putuskan untuk bergegas ke masjid karena sebentar lagi adzan maghrib tiba.

“Buat apa kamu bawa sarung, De’? kan celana kamu panjang, nggak perlu pake sarung segala.“ tanyaku menyelidik pada dede.
“Ah engga buat apa-apa, kok.” Jawabnya.

Aku tak menghiraukan dan tak terlalu memperhatikan Dede yang membawa sarung. Ia dan kak Feri nampak tersenyam-senyum saat aku bertanya itu. Antah apa lah yang mereka tertawakan. Akhirnya kami semua telah tiba di masjid. Namun adzan belum berkumandang. Kak Feri dan Dede langsung menuju kamar kecil. Sedangkan aku dan kak Aan langsung berwudhu saja.

Adzan mulai berkumandang. Seruan-Nya membahana membelah-belah angkasa. Mengetuk pintu-pintu hati orang-orang yang mendengarnya. Namun nyatanya masih saja hanya beberapa yang membuka ketukan pintu itu dan menuju masjid untuk berjamaah dalam shaf-shaf yang rapat dan lurus. Hanya sedikit dari hamba-Nya yang benar-benar mau tunduk, tekuri sajadah dalam gelapnya langit yang mulai malam.

Wudhu-ku selesai bersamaan dengan keluarnya kak Feri dan Dede dari kamar kecil yang memang berhadapan antara kamar kecil dan tempat wudhu. Aku terkejut melihat mereka berdua. Aneh, wajah mereka nampak segar. Keringat yang tadi berpeluh di leher dan pipi mereka kini hilang. Namun yang paling anehnya lagi, sarung yang mereka pegang basah. Aku mulai curiga.

“Lho kok sarungnya basah?” selidikku.
“Ah enggak.” Mereka berdua senyam-senyum.

“Hahaha......” tawaku “Pasti kalian mandi ya? Hahaaaaa.... kalian curang! Nggak mau ngajakin!” kataku.
“Iya, aku ama kak Feri mandi di dalem. Dan sarung ini jadi handuknya. Phew..., segeerrrr!”
“Huuu dasar, nanti tapi sarungnya dicuci ya, malu kalo ketahuan ama yang Akhwat!” selorohku.

Iqomah dikumandangkan. Seisi masjid tunduk dalam ke-Maha-Besar-an Allah Sang Pencipta. Ada rasa kedamaian dalam jiwa. Peluh lelah seakan terbayar dengan kesejukan yang Allah tebar dalam sholat.

* * *

Bersambung .......

comment 2 komentar:

Rohis SMAN 9 B. Lampung on August 8, 2009 at 10:36 PM said...

Dengarkan kajian islami dan bimbingan belajar bahasa arab gratis di website Rohis SMAN 9 Bandar Lampung

http://www.rohis9.com

Hadi on August 15, 2009 at 8:54 PM said...

Subhanalloh.. semangat, sodara2ku.. afwan jiddan!!

Post a Comment

Apa pendapat kamu?

Delete this element to display blogger navbar

 
© Roman5a-Bk | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger